TUGAS MAKALAH
ETIKA PROFESI TEKNOLOGI DAN KOMUNIKASI (EPTIK)
Disusun Oleh:
ELSHINTA
DITYA CLAUDYA 12173001
Kelas 12.6C.13
Program Studi Sistem Informasi Kampus Kota Bogor
Fakultas Teknik dan Informatika
Universitas Bina Sarana Informatika
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan segala rahmat yang telah
diberikannya bagi kita semua, hingga akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Infringements
of Privacy” pada mata
kuliah elearning Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi (EPTIK).
Tujuan penulisan ini dibuat untuk
mendapatkan nilai Tugas Makalah Semester 6 mata kuliah Etika Profesi Teknologi
Informasi dan Komunikasi (EPTIK).
Pada kesempatan kali ini, izinkan kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.
AllahSubhanahu Wa Ta’ala yang
telahmemberikanrahmatdanhidayahnyakepada kami sehinggaselesainyalaporanini.
2.
Ayah dan Ibu, selaku orangtua
yang telahmemberikan doa, dukungansertadoronganmateriataupun spiritual.
3.
Ketua
Program Studi Sistem Informasi Ibu Dewi Ayu Nur Wulandari, M.Kom Universitas
Bina Sarana Informatika Bogor.
4.
Bapak
Hafzan Elhadi, S.Kom, M.Kom selaku dosen mata kuliah Etika Profesi Teknologi
Informasi dan Komunikasi (EPTIK).
5.
Rekan-rekan
mahasiswa/i kelas Sistem Informasi D3/S1-6C.
Kami sebagai tim penulis menyadari
keterbatasan kemampuan dalam menyusun makalah kami. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun sangat kami butuhkan. Kami harap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor,
13 Juli 2020 Penulis |
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1. Latar
Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Batasan
Masalah................................................................................................ 2
1.3. Tujuan
Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................. 3
2.1. Pengertian
Cybercrime........................................................................................ 3
2.2. Latar Belakang
Cyber Law ................................................................................ 4
2.3. Pengertian Cyber
Law ....................................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................... 6
3.1. Pengertian Infringement of Privacy.................................................................... 6
3.2. Faktor Penyebab Infringements of Privacy....................................................... 9
3.2.1. Kesadaran
Hukum......................................................................................... 9
3.2.2.
Faktor Penegakan Hukum.............................................................................. 10
3.2.3. Faktor Ketiadaan Undang-Undang................................................................. 10
3.3. Landasan Hukum Infringement Of Prifacy...................................................... 11
3.4.
Contoh Kasus ..................................................................................................... 15
BAB IV
PENUTUP................................................................................................. 18
4.1.
Kesimpulan ........................................................................................................ 18
4.2.
Saran .................................................................................................................. 18
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam
perjalanan menuju masa depan, saat ini perkembangan teknologi informasi semakin
cepat dan canggih terutama pada era globalisasi, kebutuhan akan informasi yang
cepat, tepat dan hemat menjadikan internet sebagai salah satu sarana utama
untuk berkomunikasi dan bersosialisasi oleh semua kalangan masyarakat dari
perorangan sampai dengan perusahaan. Internet sendiri merupakan jaringan
komputer yang bersifat bebas dan terbuka. Dengan demikian diperlukan usaha
untuk menjamin keamanan informasi terhadap komputer yang terhubung dengan
jaringan Internet. Beberapa instansi/perusahaan melakukan berabagai usaha untuk
menjamin keamanan suatu sistem informasi yang mereka miliki, dikarenakan ada
sisi lain dari pemanfaatan internet yang bersifat mencari keuntunagan dengan
cara yang negative, adapun pihak-pihak dengan maksud tertentu yang berusaha
untuk melakukan serangan terhadap keamanan sistem informasi. Bentuk serangan
tersebut dapat dikelompokkan dari hal yang ringan, misalnya yang hanya
mengesalkan sampai dengan yang sangat berbahaya. Semakin mudah kita
berkomunikasi dan mencari informasi maka di dalam kemudahan tersebut juga
terdapat segala macam kejahatan dan kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum
yang tidak legal.
1.2. Batas Masalah
Makalah ini membahas tentang cybercrime, pengertian infringement of privacy, penyebab infringement of privacy, contoh kasus infringement of privacy.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk
memenuhi tugas Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi.
b. Untuk
menambah ilmu penulis dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi.
c. Menambah
wawasan tentang cyber crime dan menggunakan ilmu yang didapatnya untuk
kepentingan yang positif.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1. Pengertian
Cybercrime
Sebelum masuk ke dalam pengertian
tentang infringement of privacy, penulis mengajak Anda untuk mengetahui
apa itu arti cybercrime. Karena kegiatan infringement of
privacy berkaitan dengan istilah cybercrime. Apa itu cybercrime?
Cybercrime adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan
teknologi computer, khususnya teknologi internet. Cybercrime didefinisikan
sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang
berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Cybercrime
merupakan bentik-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi
internet beberapa pandapat mengasumsikan cybercrime dengan computer crime.the
U.S department of justice memberikan pengertian computer crime sebagai “any
illegal act requiring knowledge of computer technologi for its
perpetration,investigation,or prosecution” pengertian tersebut indentik dengan
yang diberikan organization of European community development,yang
mendefinisikan computer crime sebagai “any illegal,unethical or unauthorized
behavior relating to yhe automatic processing and/or the transmission of data“,
adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya “aspek –aspek pidana dibidang
computer“ mengartikan kejahatan komputer sebagai “Kejahatan di bidang komputer
secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal”. Dari
beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cyber crime
dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi, komputer dan
telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan
pihak lain.
2.2. Latar Belakang Cyber Law
Cyber law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal ini
juga didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubahubah dan manusia mengikuti
perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak positif dan dampak
negatif. Ada dua unsur terpenting dalam globalisasi. Pertama, dengan globalisasi manusia
dipengaruhi dan kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi (jadi
dipengaruhi atau mempengaruhi).
2.3. Pengertian Cyber Law
Cyberlaw adalah
hukum yang digunakan didunia maya (cyber space) yang umumnya
diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum
yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang
perongan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet
yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau
duni maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal
dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan
peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan
yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu
sebuah perangkat aturan main didalamnya.
Contoh Studi Kasus CYBERLAW:
Pada
tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di Bank melalui komputer sebagaimana
diberitakan “ Suara Pembaharuan “ edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang
mahasiswa yang membobol uang dari sebuah Bank swasta di Jakarta sebanyak Rp.
372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut
dari teknologi komputer berupa komputer network yang kemudian melahirkan suatu
ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Analisa Kasus : Kasus ini modusnya adalah murni kriminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Sebaiknya internet digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat, dan tidak merugikan orang lain. Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada Bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP tentang pencurian, mendapat sanksi hukuman penjara selama 5 tahun. dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, mendapat sanksi hukuman penjara selama 4 tahun.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Infringement of Privacy
Kejahatan
ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat
pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan
pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan
secara komputerisasi, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat
merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit,
nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Pengertian
Privacy menurut para ahli Kemampuan seseorang untuk mengatur informasi
mengenai dirinya sendiri. [Craig van Slyke dan France Bélanger] dan
hak dari masing-masing individu untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan
untuk apa penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan
individu lain. [Alan Westin].
Kerahasiaan
pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok
individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik,
atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang
dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh
orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari
keamanan.
Hak
pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian
di dalam hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi.
Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi
privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi
mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan
dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan
pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya
lain.
Privasi
dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan
risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu
atau bahkan kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu
undian atau kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk
kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah.
Contoh lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut
dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.
Privasi
sebagai terminologi tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia.
Samuel D Warren dan Louis D Brandeis menulis artikel berjudul "Right to
Privacy" di Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas
Cooley di tahun 1888 menggambarkan "Right to Privacy" sebagai
"Right to be Let Alone" atau secara sederhana dapat diterjemahkan
sebagai hak untuk tidak di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi
dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek
pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M
Gillmor, 1990 : 281). Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki
hak untuk mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai
acuan guna mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan
dari William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya
terhadap 300 an gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses
atas bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu
dapat kita jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media.
Privasi
merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada
suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut
keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan
orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai
oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu
kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan
pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan.
privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik
terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja.
Teknologi
internet ini melahirkan berbagai macam dampak positif dan dampak negatif.
Dampak negatif ini telah memunculkan berbagai kejahatan maya (cyber crime) yang
meresahkan masyarakat Internasional pada umunya dan masyarakat Indonesia pada
khususnya. Kejahatan tersebut perlu mendapatkan tindakan yang tegas dengan
dikeluarkan Undang-Undang terhadap kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan
UU no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan
usaha untuk memberikan kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime
tersebut. Undang-Undang ini akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan
sebelumnya yang mengacu pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak
cipta, paten, monopoli, merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.
Kejahatan
Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian
seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi
internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan
menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime
dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi
informasi di Indonesia.
3.2. Faktor Penyebab Infringement of Privacy
3.2.1. Kesadaran Hukum
Masayarakat Indonesia
sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber crime masih
dirasa kurang Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan
pengetahuan (lack of information) masyarakat terhadap jenis
kejahatan cyber crime. Lack of information ini menyebabkan
upaya penanggulangan cyber crime mengalami kendala,
yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses
pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas
yang diduga berkaitan dengan cyber crime. Mengenai kendala
yakni proses penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki
pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime maka baik
secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola
penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman pidana
yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau pola
penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat
hukum. Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime,
menimbulkan peran masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat
mengalami lack of information, peran mereka akan menjadi mandul.
3.2.2. Faktor Penegakan Hukum
Masih sedikitnya aparat
penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi (internet),
sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum
mengalami, kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai menjerat
pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem pengoperasian
yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah pun belum siap dalam
mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak institusi kepolisian
di daerah baik Polres maupun Polsek, belum dilengkapi dengan jaringan internet.
Perlu diketahui, dengan teknologi yang sedemikian canggih, memungkinkan
kejahatan dilakukan disatu daerah.
3.2.3. Faktor
Ketiadaan Undang-Undang
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum tidak selalu
berlangsung bersama-sama, artinya pada keadaan-keadaan tertentu
perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur
lainnya dari masyarakat.Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum memiliki
perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang cyber crime belum juga
terwujud. Cyber crime memang sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai
tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk melakukan upaya
penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime, asas ini cenderung membatasi
penegak hukum di Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun penyidikan guna
mengungkap perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang yang mengatur
cyber crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak memperbolehkan adanya
suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas
legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak
diterapkan secara tegas atau diperkenankan untuk terdapat pengecualian.
3.3. Landasan
Hukum Infringement of Privacy
Undang – Undang ITE ( Informasi dan Transaksi
Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 Presiden Republik Indonesia Menimbang :
1. Bahwa
pembangunan nasional adalah salah satu proses yang berkelanjutan yang harus
senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika di masyarakat.
2. Bahwa
globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional seentuk
hingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata,
dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Bahwa
perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
4. Bahwa
penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk
menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional
berdasarkan peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional.
5. Bahwa
pemanfaaatn teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
6. Bahwa
pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi informasi
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat indonesia.
7. Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk undang-undang tentang informasi
dan transaksi elektronik.
Dan akhirnya Presiden republik Indonesia
dan Dewan Perwakilan Rakyat telah memutuskan menetapkan ,Undang-undang
tentang informasi transaksi elektronik:
Bab I, tentang Ketentuan Umum
Bab II, tentang Asas dan Tujuan
Bab III, tentang informasi,dokumen,dan
tanda tangan elektronik
Bab IV, tentang penyelenggaran dan
sertifikasi elektronik dan sistem elektronik
Bab V, tentang transaksi elektronik
Bab VI, tentang domain hak kekayaan
intelektual,dan perlindungan hak pribadi
Bab VII, tentang perbuatan yang dilarang
Bab VIII, tentang penyelesain sengketa
Bab IX, tentang peran pemerintah dan
masyarakat
Bab X, tentang penyidikan
Bab XI, tentang ketentuan pidana
Bab XII, tentang ketentuan peralihan
Bab XIII, tentang ketentuan penutup
Atau UU ITE pasl 27 ayat 3.
Bunyi Pasal 27 ayat 3 adalah sebagai
berikut :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sanksi pelanggaran pasal disebutkan
pada Pasal 45 ayat 1 adalah :Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Seperti halnya porno dan tidak porno, maka
merasa terhina atau tidak terhina juga berada dalam domain yang sama yaitu
subjektifitas. Tiap orang tentunya akan berbeda-beda merasakannya. Tergantung
apakah orang tersebut pendendam atau pemaaf, dan penerima kritik atau
antikritik. Pasal penghinaan atau pencemaran nama baik bisa dikatakan pasal
karet, pasal yang dapat ditarik-tarik seenaknya. Orang hukum mungkin
mengatakannya sebagai hal yang tidak memiliki kepastian hukum. Belum lagi pasal
ini ternyata juga sudah dibahas dalam undang-undang yang lain yaitu KUHP Pasal
311. Saling tindih suatu aturan yang sama membuat UU menjadi tidak efisien.
Semoga saja ini bukan karena para pembuatnya memiliki OCD (Obsessive Compulsive
Disorder). Lalu masalah hukuman yang begitu berat yaitu 1 milyar rupiah. Apa
dasarnya? Mungkin bagi orang kaya, 1 M itu bisa dibayar. Tapi buat 15,42 %
(Data BPS, Maret 2008) orang miskin di Indonesia, belum lagi ditambah orang
tingkat ekonomi menengah kebawah.Uang 1 milyar itu sangatlah tidak terjangkau.
Apa mungkin pesan implisit dari Pasal 27 ayat 3 UU-ITE ini adalah orang miskin
dilarang menghina dan mengkritik di internet? Baiklah, Saya masih miskin saat
ini. Saya tidak punya uang 1 milyar untuk menebus harga diri seseorang/sesuatu
yang merasa dicemarkan dalam tulisan-tulisan saya. Saya juga tidak cukup punya
waktu untuk kehilangan 6 tahun dipenjara karena unfinished tasks saya sudah
sangat banyak. Namun apa mau dikata, UU-ITE telah ditetapkan bahkan Majelis
Hakim Mahkamah Konstitusi menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sekali lagi
orang miskin (yang tak punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas kasihan
sistem keadilan yang berpihak pada para penguasa uang.
Sedangkan di Negara lain misalkan di
Amerika Serikat yaitu RUU SOPA dan PIPA. SOPA adalah singkatan Stop Online
Piracy Act. Yaitu rancangan undang-undang penghentian pembajakan online. RUU
ini diusulkan pertamakali oleh Kongres ke Gedung Parlemen pada 26 Oktober 2011.
Dengan UU SOPA, penegak hukum di AS dapat lebih leluasa bertindak kegiatan
online yang dianggap illegal.
PIPA adalah singkatan dari Protect
Intellectual Property Act atau RUU Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. RUU
PIPA bertama kali diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator Patrick Leahy. RUU
tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh
pendistribusian salinan palsu atauillegal copies dan barang palsu.
RUU ini bertujuan untuk :
a. Melindungi
kekayaan intelektual dari pencipta konten
b. Perlindungan
terhadap obat-obatan palsu
c. Setelah
RUU SOPA dan PIPA muncul juga RUU CISPA.
d. CISPA
adalah singkatan dari Cyber Intelligence Sharing and Protection
Act.Adapun Kutipan dari CISPA atau Sharing
Intelijen Cyber dan Undang-Undang Perlindungan:
"Menyimpang dari ketentuan hukum
lain, sebuah entitas mandiri yang dilindungi mungkin, untuk tujuan
cybersecurity - (i) menggunakan sistem cybersecurity untuk mengidentifikasi dan
memperoleh informasi cyberthreat untuk melindungi hak-hak dan milik diri
seperti dilindungi entitas, dan (ii) saham cyberthreat seperti informasi dengan
entitas lain, termasuk Pemerintah Federal.
3.4. Contoh
Kasus
Mengirim
dan mendistribusikan dokumen yang bersifat pornografi, menghina, mencemarkan
nama baik, dll. Contohnya pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang menurut
pihak tertentu telah mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang dibuat
olehnya.
a. Melakukan
penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data orang
lain.
b. Melakukan
penggadaan tanpa ijin pihak yang berwenang. Bisa juga disebut
dengan hijacking. Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan
hasil karya orang lain. Contoh yang sering terjadi yaitu pembajakan perangkat
lunak (Software Piracy).
c. Melakukan
pembobolan secara sengaja ke dalam sistem komputer. Hal ini juga dikenal
dengan istilah Unauthorized Access. Atau bisa juga diartikan sebagai
kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem
jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan pemilik
sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar privasi
pihak yang berkepentingan (pemilik sistem jaringan komputer). Contoh kejahatan
ini adalah probing dan port.
d. Memanipulasi,
mengubah atau menghilangkan informasi yang sebenarnya. Misalnya data
forgery atau kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data
pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya
dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
Contoh lainnya adalah Cyber Espionage,
Sabotage, dan Extortion. Cyber Espionage merupakan
kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan
mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputernya.
Sabotage dan Extortion merupakan jenis
kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran
terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
e. Google
telah didenda 22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan orang
yang menggunakan web browser milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja
dibandingkan dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda
itu, yang diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC),
adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang
melanggar persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu Google
menandatangani sebuah persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan konsumen
tentang praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan cookies untuk
secara rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang menggunakan Safari
internet browser milik Apple di iPhone dan iPads. Google mengatakan, pelacakan
itu tidak disengaja dan Google tidak mengambil informasi pribadi seperti nama,
alamat atau data kartu kredit.
Google sudah setuju untuk membayar denda tadi, yang
merupakan penalti terbesar yang pernah dijatuhkan atas sebuah
perusahaan yang melanggar instruksi FTC.
Contoh
kasus diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia.
Momentum pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan
dapat pula terjadi pada penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses
peliputan, seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan
reporter yang secara berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan
seorang reporter mengejar berita bisa mengakibatkan terlewatinya batas-batas
kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas
kebebasan bergerak dan melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari
oleh banyak selebritis Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan
pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk
melindungi kehidupan pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud
memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada
subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. Dalam proses penyebarluasan
(penyiaran), pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta memalukan (embarrassing
fact) anggapan keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi.
Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif si
objek berita. Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan
sikap antara PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana disatu pihak merasa
prihatin dan dipihak lain merasa berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan
infotainment. sebagai contoh :
a. Pelanggaran
terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan mendatangi
rumahnya tanpa izin dari Tora.
b. Pelanggaran
terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang
mengelirukan pandangan orang banyak terhadap dirinya.
c. Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena penyebaran foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari makalah ini kami
menyimpulkan bahwa infringement of privacy adalah suatu kegiatan atau
aktifitas untuk mencari dan melihat terhadap keterangan pribadi seseorang
yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi.
4.2. Saran
Penulis memberikan
saran kepada pengguna internet, untuk menggunakan secara
positif dan tidak memanfaatkan perkembangan teknologi
internet sebagai bahan untuk merugikan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar